Perpustakaan Sekolah
Berdasarkan UU No. 43
Tahun 2007 tentang perpustakaan, pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi Perpustakaan
sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi
untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Ironinya, pemahaman
seperti ini belum mengakar kuat di masyarakat. Akibatnya, perpustakaan masih
saja dijadikan sebagai gudang buku dan pelengkap akreditasi belaka, bahkan yang
lebih parah dijadikan sebagai tempat pembuangan orang yang bermasalah. Disadari atau tidak, perpustakaan bisa menjadi
solusi bagi kegiatan belajar mengajar di perpustakaan. Di dala perpustakaan,
para siswa bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak dan lebih luas.
Namun, untuk mencapai hal itu, dibutuhkan sosok guru yang cinta terhadap
perpustakaan. Seorang guru hendaknya mengarahkan setiap pelajaran yang
diberikan kepada para siswa dengan sumber-sumber lain yang ada di perpustakaan.
Dalam hal ini, seorang guru bisa bersinergi dengan pustakawan di sekolah
tersebut. Salah satu prasyarat utama dalam menjalankan program tersebut adalah
adanya pustakawan yang bertugas sebagai penggerak yang ada di perpustakaan.
Pustakawan sekolah haruslah seorang yang mempunyai idealisme tinggi, kreatif
dan berwawasan luas. Bukan mereka yang "bermasalah", juga bukan
mereka yang bekerja demi memenuhi angka sertifikasi dan hanya berorientasi pada
gaji semata.
Seorang
pustakawan sekolah harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan para guru
dan kepala sekolah. Upaya ini sangat dibutuhkan untuk mensinergikan kegiatan
pembelajaran di sekolah dengan sumber-sumber informasi yang ada di
perpustakaan. Selain itu, seyogianya kepala sekolah juga mengalokasikan dana
minimal 5 % dari anggaran belanja sekolah guna pengembangan perpustakaan. Hal
ini sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 43 Tahun 2007 pasal 23 ayat 6 yang
menyebutkan bahwa sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5 % dari
anggaran belanja operasional sekolah/madrasah untuk pengembangan perpustakaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar